Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Sosial
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu Dr. Ali Anwar, M.Ag.
Disusun Oleh :
SAMSURI : (932117912)
KELAS E SEMESTER III
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2013
A.
PENDAHULUAN
Didunia
Islam, keterkaitan antara pendidikan dan politik terlihat jelas. Sejarah
peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan umara dalam
memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi sosial politik
kelompok dan pengikutnya.
Dari judul yang ada yaitu “Lembaga Pendidikan Islam dalam politik
Pendidikan di Indonesia” pada dasarnya dapat difahami dengan dua pengertian,
Pertama, pendidikan Islam dan politik dimaksudkan suatu proses transformasi
nilai-nilai sosial politik melaui institusi pendidikan Islam. Kedua, pendidikan
Islam dan politik dimaksudkan mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan
pendidikan Islam berdasarkan sejarah perpolitikan di Indonesia pada masa pra
dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Sistem pendidikan nasional tak dapat dilepas dari konteks politik
yang sedang berlaku di Negara kita, karena kerangka paradigma dan konsep-
konsep serta pengewantahanya memiliki latar belakang kesejahteraan yang berbeda
dengan Negara- Negara yang system pendidikan nasionalnya tidak di campur
tangani oleh pemerintah atau kalaupun ada itu dalam derajat yang sangat rendah.
Sejak lahir dan berkembangnya pergerakan nasional menuju Indonesia
merdeka pendidikan menjadi tulang punggungnya yang utama, karena dari sanalah
proses penyadaran masyarakat akan hak- hak dan kewajibanya sebagai manusia dan
masyarakat pribumi ditanamkan.
Meneliti sejarah bangsa Indonesia tidak
akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam
lapangan pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas
beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas
mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer.
B.
PEMBAHASAN.
1.
Pendidikan Islam pada zaman Belanda
a)
ZamanVOC
(Verenigde
Oost-Indische Compagnie)
Orang-orang
Belanda yang mula-mula datang di Indonesia adalah para pedagang yang tergabung
dalam “Verenigde Oest Indische Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama
Kristen Protestan.setelah dapt menghalau orang-orang portugis dan spanyol, maka
VOC meluaskan pengaruhnya di kepulauan Maluku dan Nusa TenggaraTimur dengan
sistem kontak langsung dengan masyarakat setempat.dengan demikian dapatlah
dibayangkan bahwa kebijakan pendidikan VOC tentu saja berdasarkan prinsip komersial
atau bisnis atau perhitungan-perhitungan untung dan rugi dan hukum-hukum
ekonomi/perdagangan.
Kebijakan
pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang
Portugis,tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan.
Meskipun
pada abad 17 dan 18 di negeri Belanda khusus-nya dan di Eropa umumnya, pengaruh
gereja terhadap pendidikan sangat memegang peranan, tetapi di Indonesia Voc
lebih berkuasa dari pada gereja, walaupun kegiatan utama mereka adalah
berdagang rempah-rempah.
Pendidikan
bagi orang-orang pribumiyang beragama islam tidak menjadi soal, karena
kelanjutan sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga
persekolahan/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama atau
pemeluk agama Kristen telah diatur oleh Pemerintah VOC. Sebenarnya pemikiran
tentang pendidikan tak pernah dilakukan oleh penguasa VOC secara serius. [1]
VOC telah mendirikan
sekolah pertama sekala di Ambon pada tahun1607. Tujuan dari didirikannya sekolah
ini tidak lepas dari semangat keberagamaan orang-orang Belanda yang Protestan
berhadapan dengan paham keagamaan Katolik yang dianut oleh Portugis. Karena
itu, pendirian sekolah-sekolah dalam tahapan awal diutamakan di daerah-daerah
yang pernah di masuki portugis.
Tujuan utama
mendirikan sekolah-sekolah ini adalah untuk melenyapan agama Katolik dengan
menyebarkan Protestan, sekolah tersebut berkembang disekitar kepulauan maluku. Di
jakarta, sekolah pertama yang didirikan pada tahun 1617, tahun 1636 sudah
menjadi 3 sekolah. Tujuan sekoah ini didirikan untuk mencetak tenaga kerja yang
kompeten pada VOC. Pendirian sekolah-sekolah dikota-kota lain juga berlangsung,
terbatas dikota-kota pelabuhan, atau benteng yang dijadikan basis VOC. Perkembangan
pendidikan mulai merosot pada pertengahan abad ke 18. Sewaktu tanah jajahan dikembalikan kepada
Belanda pada tahun 1816.
Setelah
pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran Aufklarung atau
Enlightenment memerintah di Indonesia, mulai diterapkan politik
pengajaran liberal, yang berisikan antar lain: Perluasan pengajaran bagi
bumiputra, dan anak-anak Indonesia serta Tionghoa diperbolehkan memasuki
sekolah-sekolah belanda. Setelah pemerintah Belanda menyatakan politik etis
maka bagi rakyat Indonesia terbukalah kesempatan untuk memasuki
sekolah-sekolah, khususnya pendidikan rendah.[2]
b)
Zaman pemerintah Hindia Belanda
Kemunduran
perusahan VOC ada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat
berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintah dan masyarakat jajahannya sehingga
mengakibatkan diserahkannya pemerintah kepada pemerintah Hindia Belanda
(Nederlandsch Indie). Bersamaan dengan peristiwa terebut terjadi pulalah
perubahan pandangan tentang prinsip pendidikan, baik di Eropa maupun di India
Belanda sendiri. Akibatnya timbullah prinsip pendidikan di daerah kolonial/
jajahan sebagai berikut:
a.
Pemerintah kolonial berusaha tidak
memihak salah satu agama tertentu.
b.
Pendidikan diharapkan agar para
tamatannya menjadi pencari kerja, terutama demi kepentingan kaum penjajah.
c.
Sistem sekolahan disusun berdasarkan
stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
d.
Pendidikan diarahkan untuk membentuk
golongan elite-sosial (penjilat penjajah) Belanda.
e.
Dasar pendidikannya adalah dasar
pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan dan kebudayaan Barat.
Bermula dari prinsip inilah nampak dilakukan politik
“pecah belah dan adu domba” dan diskriminasi sosial berdasarkan strata.[3]
Kebijakan pendidikan belanda adalah melanjutkan kebijakan
yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan pada
agama Kristen Protestan. Namun secara formal Belanda bersikap netral terhadap
agama dalam arti tidak mencampuri dan tidak memihak kepada salah satu agama.[4]
Dalam bidang pendidikan agama pemerintah Hindia
Belanda mempunyai sikap netral terhadap pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum, ini di nyatakan dalam pasal 179 (2) I.S(Indische Staatstregeling) dan
dalam beberapa ordonasi yang secara singkatnya sebagai berikut: Pengajaran umum
adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu di berikan dengan menghormati
keyakinan agama masing-masing.[5]
Tapi kenyataannya pemerintah Belanda mengambil sikap
diskriminatif dengan memberikan kelonggaran kepada kalangan missionaris Kristen
lebih banyak, termasuk bantuan uang. Pemerintah pun melarang dakwah Islam di
daerah animisme, sedangkan misi Kristen masuk secara leluasa. Para pejabat
pemerintah Belanda membiarkan saja segala macam penghinaan yang di lontarkan
pada islam. Sedangkan untuk tulisan umat Islam yang dirasakan menyinggung
perasaan orang Belanda atau Kristen segera dibungkam.[6]
Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di
Indonesia, kelihatannya memang ada perhatian pemerintah kolonial Belanda
terhadap pendidikan Islam, misalnya, Gubernur Jendral Van Der Capellen pada
tahun 1819 mengintruksikan kepada para Residen agar menyelidiki kemungkinan-kemungkinan
untuk memperbaiki pendididkan pribumi. Verkerk Pistorius juga pernah
mengusulkan supaya perkembangan pendidikan dilakukan dengan memperbaiki secara
bertahap sistem pendidikan asli yang sudah ada. Sebetulnya sikap kolonial
Belanda terhadap pendidikan Islam, pada dasarnya bertolak dari sikap dan
kebijakan mereka terhadap Islam.
Pemerintah belanda pada mulanya tidak berani
mencampuri masalah Islam, oleh karena belum ada kebijakan yang jelas mengenai
masalah ini. Barulah setelah datangnya Snouch Hurgronje pada tahun1889,
pemerintah kolonial Belanda mempunyai kebijakan yang jelas mengenai masalah
Islam yakni:
1)
Bidang agama murni atau ibadah,
2)
Bidang sosial kemasyarakatan,
3)
Bidang politik.
Namun, dalam kenyataanya kenetralan itu tidak bisa
terealisasi, banyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah Belanda
guna mengawasi dan membatasi kegiatan Islam.[7]
Sebagaimana telah
kita ketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi nusantara untuk
mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi.
Oleh karena itu semboyan yang terkenal untuk penjajah Belanda adalah semboyan
3G, yaitu:
a.
Glory ( kemenangan atau kekuasaan),
b.
Gold (emas atau kejayaan bangsa
Indonesia),
c.
Gospel (upaya salibisasi terhadap
umat islam di Indonesia).
Karena misi inilah secara otomatis segala tindakan
atau kebajikan yang di ambil pihak Belanda dalam masalah pendidikan Islam,
cenderung merugikan umat Islam. Bahkan, pemerintah Belanda secara
terang-terangan membiayai gerakan misionaris Kristen.
Pada tahun1905, pemerintah belanda mengeluarkan suatu
peraturan yang mengharuskan para guru agama lslam memiliki izin khusus untuk
mengajar.banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan
pendidikan di Indonesia, misalnya:
1)
Setiap sekolah atau madrasah
pesantren harus memiliki izin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda.
2)
Harus ada penjelasan dari sifat
pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3)
Para guru harus membuat daftar murid
dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodik kepada daerah yang
bersangkutan.
Peraturan-peraturan pemerintah belanda tentang
pendidikan Islam semata-mata merusak atau minimal menghalangi inisiatif rakyat untuk memelihara kecerdasan bangsa
Indonesia, sehingga berada dalam kondisi garis kebodoan agar mempermudah dan
memperpanjang penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya banyak kerugian
yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan
belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkan
karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia.[8]
Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat
Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak
sedikit yang terpaksa ditutup atau dipindahkan karena ulah penjajah Belanda
terhadap bansa Indonesia. Salah satu contoh sekolah yang ditutup oleh belanda
adalah madrasah mamba’ul ulum di surakarta.
2.
Pendidikan Islam pada zaman Jepang
Kejayaan
penjajah Belanda lenyap setelah jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk
lutut tanpa syarat kepada jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia ialah menjadikn
Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia sangat besar artinya
bagi kelangsunagn perang Pasifik.
Untuk
mengetahui maksud tujuan yang fasistis itu ( bersidat memeras), maka ditananm
ideologi baru, yakni ideologi Hakko Ichui atau ideologi emakmuran
bersama di Asia Timur Raya. Tanpa malu-malu Jepang menegaskan , bahwa mereka
berjuang mati-matian, melakukan perang suci untuk kepentingn bangsa-bangsa di
Asia Timur. Untuk ini, dikerahkan barisan propaganda Jepang, disertai dengan
pelaksanaan sistem kebaktian rakayat, untuk memeras bangsa kita. Meskipun
demikian, semangat dan keinginan rakyat tetap bergelora untuk melepaskan diri
adri belenggu penjajahan, seperti terbukti dari proklamasi kemerdekaan tanggal
17 Agustus 1945 yang kita tebus dengan perjuangan dan pengorbanan.
Pendidikan
zaman Jepang disebut Hakko Ichui, yaitu mengajak bangsa Indonesia bekerja sama
dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu, para
pelajar setiap hari terutama pada pagi hari diwajibkan mengucapkan sumpah setia
epada kaisar Jepang, lau dilatih kemiliteran. Sistem persekolahan pada zama
kependudukan Jepang banyak perbedaannya dibandingkan dengan penjajahan Belanda.
Sedangkan
sikap penjajahan Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak,
sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman
pemerintah kolonial Belanda. Masalahnya, Jepang tidak begitu menghiraukan
kepentingan Agama, mereka lebih mementingkan keperluan memenangkan perang. Bila
perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam
mengembangkan pendidikannya. Ini sangat berlainana dengan kolonial Belanda,
disamping bertindak sebagai kaum penjajah, mereka memiliki misi lain yang tidak
kalah penting, yaitu menyebarkan agama Kristen. untutk itu, mereka menekan
agama Islam yang menjadi mayorits pendidikan pribumi sekaligus sebagai
penentang pertama kehadirannya. dengan berbagai cara kalu perlu dilenyapkan
sama sekali.
Disamping
itu, pada permulaan pendudukan Jepang tampaknya keadaan umat Islam sudah kuat.
Karena itu, wajarlah bila pasukan pendudukan Jepang berusaha mempergunakan
agama untuk mencapai tujuan perangnya.
Pada masa
pendududkan Jepang, ada satu hal yang istimewa dalam dunia pendidikan
sebagaimana telah di kemukakan, yaitu sekolah-seolah telah diseragamkan dan
dinegrikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti muhamadiyah, Taman
Siswa dan lain-lain di izinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan
oleh penduduk Jepang.
Sementara
itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madrasah dibangun dengan
gencar-gencarnya selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun
lebih bersifat politisi belaka. Kesempatan ini tidak disia-siakan begitu saja
dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena
itu, meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai , karena
murid-muridnya setiap hari disuruh gerak
badan, baris berbaris, bekerja bakti, bernyanyi dan sebagainya, madrasah-madrasah yang berada dilingkunga pondo pesantern bebas
dari pengawasan langsung pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam pondok
pesantren dapat berjalan dengan wajar.[9]
3.
Pendidikan Islam pada zaman Orde
lama.
Setelah
indonesia merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat perhatian seriusdari
pemerintah, baik disekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu di mulai
dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaiman yang telah di
anjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat(BPKNP) pada tanggal 27
Desember 1945, yang menyebutkan bahwa:
Madrasah dan
pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia
umumnya, hendaklah pula mnedapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan
dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan
tersebut timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam setelah sekian lama
terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Pada zaman penjajahan Belanda, pintu
masuk pendidikan modern bagi umat islam sangat sempit. Dalam hal ini, minimal
ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu:
1.
Sikap dan kebijaksanaan pemerintah
kolonial yang sangat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
2.
Politik nonkooperatif para ulama
terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut sertadalam budaya Belanda,
termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama. Mereka
berpegang pada salah satu hadis Nabi Muhammad SAW. Yang artinya, “barang siapa
yang menyerupai suatu golongan, ,aka ia termasuk ke dalam golongan itu.” Hadis
ini melandasi sikap para ulam pada waktu itu.
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kaum
muslimin indonesia tercecer dalam segi intelekrualitas dibandingkan dengan
golongan lain.
Sementara itu, dalam membicarakan organisasi Islam dan
kegiatannya di bidang pendidikan, tidak terlepas dari membicarakan bentuk,
sistem, dan cita-cita bangsa Indonesia yang baru merdeka. Kemerdekaan indonesia
merupakan hasil perjuangan yang berkepanjangan, terutama melalui
berbagaiorganisasi pergerakan, baik sosial, agama, maupun politik.
Meskipun Indonesia baru memproklamasikan
kemerdekaannya dan sedang menhadapi rovoluso fisik, pemerintah Indonesia sudah
berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup
vital dan menentukan.
Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah
Indonesia ialah menyesuaikan bidang pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi
rakyat sebagaiman tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:
1)
Tiap-tiap warga negar berhak
mendapat pengajaran.
2)
Pemerintah mengusahakan suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur undang-undang.
Oleh sebab
itu, tidak di kenal lagi pembatasan pembinaan pendidikan yang disebabkan
perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan. [10]
Ditengah-tengah
politik berkobarnya revolusi fisik, pemerintah R.I. tetap membina pendidikan
agama. Pembinaan pendidikan agama tersebut secara formal institutional dipercayakan kepda Departemen Agama dan
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan .
Maka sejak itulah
terjadi semacam dualisme pendidikan di
Indonesia, yaitu pendidikan Agama dan Pendidikan umum. Disatu pihak, Departemen
Agama mengelola semua jenis pendidikan agama, baik disekolah-sekolah agama
maupun disekolah-sekolah umum. Dan dipihak lain departemen pendidikan
pengajaran dan kebudayaan mengelola pendidikan pada umumnya dan mendapatkan
kepercayaan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasioanl. Keadan seperti ini
sempat dipertentangkan oleh pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya
pendidikan agama terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan
pendidikan agama khususnya islam, terpisah dari pendidikan.
Selanjutnya
pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab
XII pasal 20, yaitu:
1.
Dalam sekolah-sekolah negeri
diadakan pelajaran agama, orsng tua murid menetapkan apakah anaknya akan
mengikuti pelajaran tersebut.
2.
Cara penyelenggaraan agama di
sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan menteri agama.
Begitulah keadaan pendidikan agama islam dengan segala
kebijakan pemerintah pada zaman orde lama. Pada akhir orde lama tahun 1965
lahir semacam kesadaran baru bagi umat islam, dengan timbulnya minat yang
mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat
umat islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan.[11]
4.
Pendidikan Islam pada zaman Orde Baru
Diakui bahwa
kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru mengenai prndidikan islam dalam kontek
madrasah di Indonesia bersifat positif dan kontruktif, khususunya dalam dua
dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde Baru,
lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan
dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada
masa-masa pemerintah Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan
dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga
pendidikan otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan
pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, mengunakan
kurikulum yang belum standar , memiliki struktur yang tidsk seragam, dan kurang
terpantaunya menajemen madrasah oleh pemerintah.
Menghadapi kenyataan
tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaharuan ini adalah
dikeluarkannya Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP
MPRS No. XXVI Tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi
madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegrikan sejumlah madrasah dengan
kriteria tertentu yang diatur oleh pemerintah disamping mendirikan
madrasah-madrasah yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur
perjenjangan dan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada dibawah
Depdikbud. Salah satunya tercantum pada Pasal 1 TAP MPRS No. XXVII Tahun 1966
“menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai
dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.
Dalam dekade
1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadannya, namun di
awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk
mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat
dengan langkah yng ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan
berupa keputusan Presiden . (kepres) Nomor 34 Tanggal 18 april Tahun 1972
tentang “tanggung jawa fungsional pendidikan dan latihan”. Isi keputusan ini
pada intinya mencakup tiga hal:
1)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
2)
Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
dan latihan dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3)
Ketua
Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan
pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negreri. [12]
Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN untuk tahun 1973,
1978, dan 1983 selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran
wajib disetiap sekolah negeri dalam semua tingkat pendidikan. Dalam GBHN
tersebut dirumuskan beberapa hala berkaitan dengan masalah pendidikan agama
sebagai berikut:
Bangsa dan pemerintah Indonesia bercita-cita menuju
kepada apa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Pembangunan nasional
dilakasanakan dalam rangka pembangunan manusia indonesia dan masyarakat
Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan
keselarasana antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material
dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan tuhan yang
maha esa dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang.
Pembangunan tersebut diatas menjadi pangkal tolak pembanguna bidang agama.
Diusahaan terus bertambah sarana-sarana yang
diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan
terhadap tuhan yang maha esa termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam
kurikulum disekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas
negeri.
Pengembangan dan pembinaan pendidikan agama
dilembaga-lembaga pendidikan agama, seperti madrasah dan pondok pesantren juga
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Khusus untuk madrasah telah
dikeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri, antar menteri agama, menteri
dalam negeri, dan menteri pendidikandan kebudayaan pada tahun 1976. Adapun yang
menjadi titik perhatian dan pembahasan adalah mengenai peningkatan mutu
mdrasah. Dalam SKB tiga menteri tersebut dinyatakan bhawa ijazah madrasah
disamakan dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.
Dalam pasal 4 TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966
selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan untuk mencapai dasar dan tujuan
pendidikan, yaitu:
1.
Mepertinggi mental, moral, budi
pekerti dan meperkuat keyakina agama.
2.
Mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan.
3.
Membina dan mengembangkan fisik yang
kuat dan sehat.
Sebagaimana dikemukakan diatas, pada
tahun 1966 MPRS telah bersidang. Pada waktu itu sedang dilakukan upaya untuk
membersikan sisa-sisa mental G.30 S/PKI.
Dalam keputusannya, bidang pendidikan gama telah mengalami kemajuan. Dengan
demikian, sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari
sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi umum negeri diseluruh dunia. [13]
5.
Pendidikan Islam paa zaman reformasi
Sejalan dengan berbagai
kebijakan yang ada, telah menimbulkan keadaan pendidikan islam yang secara umum
keadaannya jauh lebih baik dari keadaan
pendidikan pada masa pemerintahan orde baru. Keadaan pendidikan tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)
Kebijakan tentang
pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Upaya inidilakukan melalui penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada Undang-Undang Nomor 2
Tahun1989, hanya menyebutkkan madrasah saja yang masuk ke dalam sistem
pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke
dalam sistem pendidikan nasional termasuk pesantren, ma’had Ali, Roudlotul
Athfal (taman kanak-kanak), dan majlis taklim. Dengan masuknya ke dalam sistem
pendidikan nasional ini maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam
semakin diakui, juga semakin di akui, juga semakin menghilangkan kesan diskriminasi
dan dikotomi.
2)
Kebijakan tentang
peningkatan anggaran pendidikan islam. Kebijakan ini misalnya terlihat pada di
tetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya
operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu,
pengadaan buku gratis, pengadaan infrastruktur,sarana prasarana, media
pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang
bernaung di bawah kementrian agama dan kementrian pendidikan nasional. APBN
Tahun 2010, misalnya, menetapakan bahwa dana tersebut dialokasikan bagi
penyelenggara pendidikan yang dilaksanakan di berbagai provinsi yang jumlahnya
mencapai 60% dari total anggaran pendidikan dari APBN. Adapun sisanya, yakni
40%, diberikan kepada kementrian pendidikan naional, kementrian agama, serta
berbagai kementrian lainnya. Yang menyelenggarakan program pendidikan.
3)
Program wajib belajar
sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak indonesia wajib memiliki pendidikan
minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni SMP atau
Tsanawiyah.program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang
belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian
pendidikan nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga
pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian agama. dalam rangka
pelaksanaan wajib belajar ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah
gratis bagi anak-anak yang berasal dari keluaraga yang kurang mampu. Yakni
bahwa mereka tidak dipungut biaya oprasional pendidikan, karena kepada sekolah
yang yang menyalenggarakan pendidikan gratis tersebut telah diberikan biaya
bantuan oprasional sekolah yang selanjutnya dikenal dengan istilah BOS.
4)
Penyelenggaraan sekolah
bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh
komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Visi,
misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, menejemen
pengelolaan, evaluasi dan lainnya harus berstandar nasional dan internasional.
5)
Kebijakan sertifikasi
guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun swasta, baik guru
umum maupun guru agama, baik guru yang berada dibawah Kementerian Pendidikan
Nasional maupun guru yang berada dibawah Kementerian Agama.
6)
Pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum tingkat satuan (KTSP/tahun
2006).
7)
Pengembangan pendekatan
pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru (teacher centris)
melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid melalui
kegiatan learning (belajar) dan research (meneliti).
8)
Penerapan manajemen
yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada para
pelanggan.
9)
Kebijakan mengubah
nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan.[14]
C.
PENUTUP
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam
mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi
saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia
untuk mengurus politik dan negara. Kedudukaan politik didalam Islam sama
pentingnya dengan pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari
atas, maka pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah.
Tanpa otoritas politik, syariat Islam sulit bahkan mustahil untuk
ditegakkan. Kekuasaan adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam.
Pendidikan bergerak dalam usaha menyadarkan umat untuk menjalankan syariat.
Umat tidak akan mengerti syariat tanpa pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Aly Abdullah, Mustafa, sejarah pendidikan Islam di Indonesian.
Bandung: CV Pustaka Setia,1998.
Assegaf Abdur Rahman,Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:SUKA
press,2007.
Gunawan Ary H,kebijakan-kebijakan pendidikan. Jakarta:PT
RINEKA CIPTA,1986.
Nata Abuddin. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2011.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2011.
Putra Daulay Haidar,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan
islam di Indonesia. Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007.
[1]Ary H. Gunawan,kebijakan-kebijakan
pendidikan(Jakarta:PT RINEKA CIPTA,1986), hlm,9
[2] Haidar Putra
Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),28
[3] Ary H.
Gunawan,kebijakan-kebijakan pendidikan(Jakarta:PT RINEKA CIPTA,1986),
hlm,11
[4] Abdur Rahman
Assegaf,Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:SUKA press,2007),110
[5] Haidar Putra
Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),32
[6] Abdur Rahman
Assegaf,Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:SUKA press,2007),111
[7]Haidar Putra
Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),32
[8] Mustafa,
Abdullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesian (Bandung: CV Pustaka
Setia,1998), 94
[9] Ibid., 97
[10] Ibid.,127
[11] Ibid.,134
[12]Samsul
Nizar. Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011).
[13] Mustafa,
Abdullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesian (Bandung: CV Pustaka
Setia,1998),138.
[14] Abuddin
Nata, M.A. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2011). 352-359.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar