Blogger Widgets

.

.

.

Jumat, 13 Desember 2013

BOLEHKAH MINUM SAMBIL BERDIRI



MINUM SAMBIL BERDIRI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah ” Hadist 2

Dosen Pengampu Abbas Sofwan, M.L.M.  
Disusun Oleh :

SAMSURI      (932117912)



KELAS E SEMESTER III




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI

2013

  

KATA PENGANTAR



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat inayahnya, kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “diperbolehkannya minum  sambil berdiri”.

Solawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang .Pada kesempatan ini pula kami ingin mengucapkan terimah kasih kepada beberapa pihak yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami mengucapkan rasa terimah kasih.pertama, kepada Bapak. Abbas Sofwan, M.L.M. Selaku dosen pengampu mata kuliah Hadist 2 yang telah sabar dalam memberikan bimbingan serta pengarahan kepada kami, kedua, kepada pengarang buku yang telah menerbitkannya, sehingga kami dapat mengambil isinya sebagai rujukan. Ketiga, kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih banyak. Amin.

Makalah ini kami susun berdasarkan buku-buku yang telah kami temukan dan sudah dibaca secara teliti dan penuh pemahaman. Karena kami berharap makalah ini dapat dijadikan teman bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan menjadikan amal shaleh bagi kami.

                                                                                           Kediri,08, Oktober, 2013

                                                                                                        

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           Penulis



HADIST TENTANG MINUM SAMBIL BERDIRI



صحيح البخاري - (ج 2 / ص 590)

 1556 - حدثنا محمد هو ابن سلام أخبرنا الفزاري عن عاصم عن الشعبي أن ابن عباس رضي الله عنه حدثه قال

 : سقيت رسول الله صلى الله عليه و سلم من زمزم فشرب وهو قائم . قال عاصم فحلف عكرمة ما كان يومئذ إلا على بعير

 [ 5294 ]



 [ ش أخرجه مسلم في الأشربة باب في الشرب من زمزم قائما رقم 2027



Telah menceritakan kepada kami Muhammad dia adalah Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami Al Fazariy dari 'Ashim dari Asy-Sya'biy bahwa Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma menceritakan kepadanya, dia berkata: "Aku memberi minum Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dengan air zamzam. Maka Beliau meminumnya sambil berdiri". Berkata, 'Ashim: 'Ikrimah bersumpah bahwa saat itu Beliau tidak lain kecuali berada diatas untanya.[1]


A.      STATUS HADIST

1.       Segi Kualitas

a)      Hadits ini tergolong hadits shahih, karena diriwayatkan oleh Muttafaq ‘alaih [yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (dari Ibnu Abbas) dan Muslim dengan sama maksudnya, sekalipun berbeda lafalnya]. Juga Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu-Majah, Ath-Thahawi dalam syarah Al-Ma’ani, Al-Musykil, Ahmad, dan Abu Ya’la serta Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtarah dari jalur Qatadah, berasal dari anas dengan maksud yang sama, namun dengan redaksi matan yang berbeda, letak perbedaannya yaitu pada ungkapan

فشرب وهو قائم  dengan يشرب قائما



2.      Segi Kuantitas

b)      Ibnu hajar al-Asqalani mengatakan hadits ini disepakati kesahihannya, karena terdapat banyak riwayat yang selafad dan semakna dari riwayat sahabat diantaranya: Ibnu Abbas, Aisyah ra, Ali bin abi Thalib, Amr bin Syu’aib, Said bin Abi Waqqash. Ibnu Hajar al-Asqalani juga mengatakan bahwa riwayat ini adalah riwayat yang shahih karena tergolong hadits marfu’(bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah).[2]

c)      Dalam software mausu’at al hadits al sharif: al-Kutub al -Tis’ah, sanad hadits di atas bersambung kepada Rasulullah dan perawi-perawinya memiliki tingkatan tsiqah tsabat, tsiqah masyhur, hafizh  berasal dari Ibnu Abbas secara marfu’.

d)     Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu-Majah, Ath-Thahawi dalam syarah Al-Ma’ani, Al-Musykil, Ahmad, dan Abu Ya’la serta Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtarah dari jalur Qatadah, berasal dari anas secara marfu’.



B.       REDAKSI KATA HADITS

1.      فشرب وهو قائم  dalam riwayat lain menggunakan kata شرب النبي قائما, yang mana makna dari kata شرب yang merupakan asal fi’il madhi yang artinya minum, sedangkan kata قائم , merupakan isim fa’il, yang artinya orang yang melakukan sambil berdiri,  jadi arti dari kata tersebut yaitu minum sambil berdiri, Sebagian orang tidak suka minum sambil berdiri, padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukannya , kemudian Ibnu Bathol berkata: berisyarah terhadap arti tersebut tidak valid, kalau ada hadist yang melarang minum sambil berdiri, dengan larangan makruh.

2.      زمزم ,  “Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang berkah. Nabi mengatakan, “Air zam-zam adalah makanan yang mengenyangkan dan penyembuh penyakit”, Nabi mengatakan, “Air zam-zam itu sesuai dengan niat orang yang meminumnya.”

3.      فحلف artinya bersumpah, , 'Ashim Berkata: 'Ikrimah bersumpah bahwa saat itu Beliau tidak lain kecuali berada diatas untanya.

4.      إن ناسا يكرهون الشرب قائما artinya Sesungguhnya orang-orang merasa benci bila salah seorang dari kalian minum sambil berdiri,

C.       PELAJARAN DARI HADITS

1.      Alasan mengapa Rasulullah saw. Meminum air Zamzam sambil berdiri.karena Rasulullah saw, pada saat itu berada diatas untanya. Pada saat itu pula beliau sedang berhaji. Pada saat itu banyak orang yang thawaf dan minum air zam-zam di samping banyak juga yang minta diambilkan air zam-zam, ditambah lagi di tempat tersebut tidak ada tempat duduk. Minum yang dilakukan Rasulullah saw, sambil berdiri tersebut karena dalam keadaan darurat. Tidak ada tempat yang memungkinkan beliau untuk duduk.[3]

2.      Suatu ketika Rasulullah makan dan minum sambil berdiri, sementara dalam keadaan lain beliau terlihat makan dan minum dengan duduk. Disamping itu dalam suatu kesempatan beliau pernah melarang makan dan minum sambil berdiri. Hal ini tidak lain kecuali menunjukan, bahwa makan atau minum dengan berdiri atau duduk adalah semata-mata melihat kondisi yang menuntutnya sedang dalam kondisi yang normal lebih utama adalah dengan duduk.

3.      Perlunya memperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda, karena masing-masing menuntut ikhwal yang berbeda, yakni di mana, kapan dan dalam situasi yang bagaimana.

4.      Ali ra. Minum dengan berdiri karena beliau memberi alasan bahwa dia pernah melihat Rasulullah saw. Minum dengan berdiri.

5.      Bahwa di perbolehkanya minum dan makan sambil berdiri, karena Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma pada zaman Rasulullah saw, pernah minum dalam keadaan berjalan dan berdiri.

6.      Diperbolehkannya minum dan makan sambil berdiri, duduk, dan berjalan, meskipun duduk lebih baik. [4]

7.      Diterangkan oleh Al-Hafizh, bahwa kebolehan minum sambil berdiri merujuk kepada perbuatan Nabi, sedangkan larangan merujuk kepada sabdanya.[5]
    D   DIALOG TERHADAP HADITS

Terdapat Hadits-hadits yang kontra terhadap hadits tentang bolehnya minum sambil berdiri.

Dalil yang melarang minum sambil berdiri.

حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا

Telah menceritakan kepada kami [Haddab bin Khalid]; Telah menceritakan kepada kami [Hammam]; Telah menceritakan kepada kami [Qatadah] dari [Anas] bahwa Nabi Shallallahu A'laihi Wa Sallam melarang minum sambil berdiri.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu pula, ia berkata,

عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا

Sedangkan dalil yang membolehkan.

عن النَّزَّال قال : أتي علي رضي الله عنه على باب الرَّحبة بماء فشرب قائماً، فقال: إن ناساً يكره أحدهم أن يشرب وهو قائم، وإني رأيت النبي صلى الله عليه وسلم فعل كما رأيتموني فعلت

Dari An-Nazzaal ia berkata : ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu membawa air ke pintu masjid kemudian meminumnya sambil berdiri. Kemudian ia bekata : “Sebagian orang tidak suka minum sambil berdiri, padahal aku melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukannya sebagaimana engkau melihatku melakukannya barusan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari , Ath-Thayalisi, Abu ‘Ubaid dalam Ath-Thahuur , Ahmad, ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Zawaaidul-Musnad , Abu Dawud, At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail, An-Nasa’iy, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbaan.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata,

سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمًا

Aku memberi minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari air zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637 dan Muslim no. 2027)



“Nabi saw melarang(dalam suatu riwayat: mencela) terhadap minum dengan berdiri.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu-Majah, Ath-Thahawi dalam syarah Al-Ma’ani, Al-Musykil, Ahmad, dan Abu Ya’la serta Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtarah dari jalur Qatadah, berasal dari anas secara marfu’. Dua orang terakhir ini menambahkan kalimat: “dan makan sambil berdiri. “Dalam sanad keduanya ada Mathar Al-Waraq, dia dha’if dan sungguh diperselisihkan. Kemudian dalam riwayat Muslim dan lainnya terdapat lafazh:

Qatadah berkata: “kemudian kami berkata: “kalau makan?” Beliau bersabda: “Itu lebih buruk dan lebih keji.” Kemudian dalam riwayat lain, Rasulullah menyuruh untuk memuntahkannya.[6]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ فَلْيَسْتَقِئْ

“Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.”(HR. Muslim).[7]



Perbedaan pendapat Ulama tentang minum sambil berdiri:

1.      Diantara ulama yang memakruhkan, adalah Ibnu ‘Abbas, Ikrimah dan Thawush.

2.      Jumhur ulama membolehkan, segolongan yang lain tidak membolehkan.

3.      Al-Mazary berpendapat, bahwasanya hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi saw, minum sambil berdiri, menunjukan bahwa boleh minum sambil berdiri, sedangkan hadits-hadits yang melarang kita minum sambil berdiri, menunjukan kepada lebih baik perbuatan itu tidak dilakukan.

4.      Al-Hafizh, berpendapat, bahwa kebolehan minum sambil berdiri merujuk kepada perbuatan Nabi, sedangkan larangan merujuk kepada sabdanya.

5.      Menurut Imam An-Nawawy, bahwasannya Nabi saw, melarang minum sambil berdiri ini adalah larangan-larangan lit tanzih, sedang Nabi minum sambil berdiri, adalah lil jawaz.

6.      Al-Qadhi ‘Iyadh berpendapat bahwa, hadits yang menyuruh kita memuntahkan air yang diminum sambil berdiri, beliau memandangnya lemah walaupun diriwayatkan oleh Muslim.

7.      Diterangkan oleh Al-Khaththaby, bahwa para ulama berpendapat, walaupun ada hadits-hadits yang melarang, namun tidak memandang bahwa minum sambil berdiri haram, terkecuali Ibnu Hazm.[8]

8.      Al-Lajnah Ad-Daaimah memberikan fatwa sebagai berikut :

الأصل أن يشرب الإنسان قاعداً ، وهو الأفضل ، وله أن يشرب قائماً ، وقد فعل النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الأمرين للدلالة على أن الأمر في ذلك واسع

“Pada asalnya, seseorang hendaknya duduk jika ia minum. Perbuatan ini afdlal (lebih utama). Namun, boleh juga jika ia minum sambil berdiri. Sungguh, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan dua perkara tersebut untuk menunjukkan bahwa kesemua perkara itu luas (boleh dilakukan kedua-duanya)”.



Kejelasan larangan dalam hadits-hadits tersebut menunjukan diharamkannya minum sambil berdiri tanpa udzur. Namun banyak pula hadits lain yang menunjukan bahwa Nabi saw juga pernah minum sambil berdiri. Karena itu akibatnya para alim ulama berbeda pendapat bahwa larangan itu adalah Li At-Tanzih (makruh). Sedangkan perintah untuk memuntahkan adalah sunnah. Sementara Ibnu Hazem, berbeda dengan mereka. Dia berpendapat, bahwa larangan itu menunjukan haram. Agaknya pendapat ini mendekati kebenaran. Karena bila untuk sekedar “tanzih” tidak perlu menggunakan kata “zijrun” (tercela), dan tidak akan diperintahkan untuk memuntahkannya, sebab perintah memuntahkan di situ adalah sesuatu yang sulit bagi seseorang untuk melakukannya, sungguh tidak mungkin syariat membebankan sesuatu yang seberat itu hanya untuk perkara yang sekedar sunnah. Demikian pula hadits itu juga berbunyi “sesungguhnya setan telah minum bersamamu.” Ini adalah suatu larangan atau peringatan keras telah minum dengan berdiri. Jadi tidak tepat jika peringatan itu hanya diberikan untuk perkara meninggalkan sunnah saja.

Sedangkan hadits-hadits yang menerangkan minum dengan berdiri adalah mungkin karena ada udzur seperti tempat yang sempit atau karena tempat airnya tergantung.[9]

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,

بَلْ الصَّوَاب أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى التَّنْزِيه ، وَشُرْبه قَائِمًا لِبَيَانِ الْجَوَاز ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ نَسْخًا أَوْ غَيْره فَقَدْ غَلِطَ ، فَإِنَّ النَّسْخ لَا يُصَار إِلَيْهِ مَعَ إِمْكَان الْجَمْع لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَفِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَيَانِ الْجَوَاز لَا يَكُون فِي حَقّه مَكْرُوهًا أَصْلًا ، فَإِنَّهُ كَانَ يَفْعَل الشَّيْء لِلْبَيَانِ مَرَّة أَوْ مَرَّات ، وَيُوَاظِب عَلَى الْأَفْضَل ، وَالْأَمْر بِالِاسْتِقَاءَةِ مَحْمُول عَلَى الِاسْتِحْبَاب ، فَيُسْتَحَبّ لِمَنْ شَرِبَ قَائِمًا أَنْ يَسْتَقِيء لِهَذَا الْحَدِيث الصَّحِيح الصَّرِيح ، فَإِنَّ الْأَمْر إِذَا تَعَذَّرَ حَمْله عَلَى الْوُجُوب حُمِلَ عَلَى الِاسْتِحْبَاب

“Yang tepat adalah larangan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengenai minum sambil berdiri dibawa ke makna makruh tanzih. Sedangkan dalil yang menyatakan beliau minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya. Adapun yang mengklaim bahwa adanya naskh (penghapusan hukum) atau semacamnya, maka itu keliru. Tidak perlu kita beralih ke naskh (penggabungan dalil) ketika masih memungkinkan untuk menggabungkan dalil yang ada meskipun telah adanya tarikh (diketahui dalil yang dahulu dan belakangan). Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya karena tidak mungkin kita katakan beliau melakukan yang makruh. Beliau kadang melakukan sesuatu sekali atau berulang kali dalam rangka untuk menjelaskan (suatu hukum). Dan kadang beliau merutinkan sesuatu untuk menunjukkan afdholiyah (sesuatu yang lebih utama). Sedangkan dalil yang memerintahkan untuk memuntahkan ketika seseorang minum sambil berdiri menunjukkan perintah istihbab (sunnah, bukan wajib). Artinya, disunnahkan bagi yang minum sambil berdiri untuk memuntahkan yang diminum berdasarkan penunjukkan tegas dari hadits yang shahih ini. Karena jika sesuatu tidak mampu dibawa ke makna wajib, maka dibawa ke makna istihbab (sunnah).[10]

Kompromi

1.      Bahwa pelarangan minum sambil berdiri bukanlah pelarangan yang bermakna tahriim (pengharaman). Pelarangan tersebut bukan pelarangan yang bersifat syar’iy, namun dengan pelarangan atas pertimbangan kedokteran (thibbiy) yang akan menimbulkan bahaya/mudlarat.

2.      Bahwa pembolehan minum sambil berdiri ini khusus ketika minum air zamzam & kelebihan/sisa air wudlu. Ini merupakan pendapat ‘Ali Al-Qaariy& sebagian ulama Hanafiyyahlainnya.

3.      Bahwa kebolehan minum sambil berdiri ini adalah jika lupa saja sebagaimana dikatakan oleh Abul-Faraj Ats-Tsaqafiy. Bahwasannya Minum sambil berdiri, boleh atas dasar makruh.

4.      Ditinjau dari kesehatan, minum sambil duduk lebih baik, cara inilah yang lebih baik menurut Al-Hafizh dan Ath-Thabary.

kitab Al Muaththa’ diterangkan bahwasannya Umar, Utsman dan Ali, minum sambil berdiri. Said dan Aisyah membolehkannya.

5.      Hadits-hadits yang membolehkan minum sambil berdiri apabila dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk minum sambil duduk.

6.      Bahwasannya bolehnya minum sambil berdiri hanya jika ada hajat/keperluan; selain dari itu, maka dibenci. Ini merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim rahimahumallah. Ibnu ‘Utsaimin termasuk yang bersepakat dengan mereka berdua. Ibnu Taimiyyah berkata :

وأما الشرب قائما : فقد جاء أحاديث صحيحة بالنهي، وأحاديث صحيحة بالرخصة، ولهذا تنازع العلماء فيه، وذُكِرَ فيه روايتان عن أحمد. ولكن الجمع بين الأحاديث : أن تحمل الرخصة على حال العذر...

“Adapun minum sambil berdiri, telah ada hadits-hadits shahih yang melarangnya dan hadits-hadits shahih yang memberikan rukhshah (kebolehan).

7.      Ada yang memahami bahwa pelarangan minum sambil berdiri bukanlah pelarangan yang bermakna tahriim (pengharaman). Pelarangan tersebut bukan pelarangan yang bersifat syar’iy, namun dengan pelarangan atas pertimbangan kedokteran (thibbiy) yang akan menimbulkan bahaya/mudlarat.

8.      Tidak bisa dikatakan bahwa pembolehan minum sambil berdiri itu hanya dikhususkan bagi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ini terjawab oleh perkataan Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :

كنا نأكل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن نمشي ونشرب ونحن قيام

“Kami pernah makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [telah berlalu takhrij-nya].

9.      Adapun anggapan bahwa kebolehan minum sambil berdiri ini jika hanya ada hajat, maka itu terjawab oleh hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib dimana ia mengingkari ketidaksukaan sebagian orang minum sambil berdiri. Banyak nukilan shahabat dan tabi’in dimana mereka minum sambil berdiri tanpa ada hajat. Oleh karena itu, kebolehan ini adalah bersifat umum (dalam segala keadaan).



E.       KESIMPULAN

1.      Hadits-hadits yang membicarakan masalah ini shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu melarang minum sambil berdiri, dan makan semisal itu. Ada pula hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau minum sambil berdiri.  Masalah ini ada kelonggaran dan hadits yang membicarakan itu semua shahihwalhamdulillah. Sedangkan larangan yang ada menunjukkan makruh. Jika seseorang butuh makan sambil berdiri atau minum dengan berdiri, maka tidaklah masalah. Ada hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil duduk dan berdiri. Jadi sekali lagi jika butuh, maka tidaklah masalah makan dan minum sambil berdiri. Namun jika dilakukan sambil duduk, itu yang lebih utama.

2.      Ada hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam sambil berdiri. Ada pula hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan duduk.

3.      Intinya, masalah ini ada kelonggaran. Namun jika minum dan makan sambil duduk, itu yang lebih baik. Jika minum sambil berdiri tidaklah masalah, begitu pula makan sambil berdiri sah-sah saja.

4.      Apabila seseorang ingin makan atau minum sambil berdiri, maka tidak ada celaan. Sungguh telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau minum sambil duduk ataupun berdiri. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang ingin melakukan hal itu, maka tidak ada celaan untuk makan atau minum sambil berdiri. Namun jika ia duduk itu lebih utama (afdlal) dan lebih baik (ahsan).

5.      Kami dapat simpulkan bahwa minum sambil berdiri itu boleh. Hal ini disamakan dengan makan sebagaimana keterangan dari Syaikh Ibnu Baz. Namun langkah hati-hatinya, kita tetap minum atau makan dalam keadaan duduk dalam rangka kehati-hatian.

Wallaahu a’lam.


REFERENSI

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari: Syarah Shahih Bukhari. Terj. Abu Ihsan al-Atsari.  Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, Jilid 3, 2010.

Hamid Syamsul Rijal, Buku Pintar Hadits, 2005.

Hasbi Teungku Muhammad, Koleksi Hadis-hsdis Hukum 9, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,2011 .

Hasbi Teungku Muhammad, Koleksi Hadis-hsdis Hukum 4, Semarang: PT. Petraya Mitrajay, 2001.

Nur Qodirun,Silsilah Hadits Shahih (Solo:CV.Pustaka Mantiq, 1997),402

Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan at-Tirmidzi dalam software Maktabah Syamila.

Yusuf, Ahmad Muhammad, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta:Widya Cahaya, jilid 5,2009.













[1] صحيح البخاري , , كتاب الحج باب ما جاء في زمزم   -(ج 2 / ص 549)

[2] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari: Syarah Shahih al-Bukhari, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Riyadh: Daar as-Salaam, 2000), 363.


[3]Syamsul Rijal Hamid, Buku  Pintar Hadits (2005).

[4] Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits (Jakarta:Widya Cahaya,2009). Jilid 5, 280.

[5]Teungku Muhammad Hasbi, Koleksi Hadis-hadis Hukum 9 (Semarang: PT.Petraya Mitrajay,2001), 419.

[6] Qodirun Nur,Silsilah Hadits Shahih (Solo:CV.Pustaka Mantiq, 1997),401.

[7] Ibid.,399.

[8] Teungku Muhammad Hasbi, Koleksi Hadis-hsdis Hukum 9 (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra,2011), 559

[9] Drs.H.M.Qodirun Nur,Silsilah Hadits Shahih (Solo:CV.Pustaka Mantiq, 1997),402


[10] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari: Syarah Shahih al-Bukhari, juz 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar