Blogger Widgets

.

.

.

Rabu, 18 Desember 2013

Tanda Seorang Hamba Dicintai Allah

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Kecintaan Allah haruslah menjadi incaran setiap mukmin. Mereka berlomba untuk mendapatkannya. Apapun diusahakan untuk meraihnya. Karena mendapat kecintaan Allah merupakan derajat tertinggi. Dengannya kehidupan hikiki ada. Tanpanya, yang tinggal hanya kematian.
Kecintaan Allah merupakan ruh iman dan amal shalih orang beriman. Dialah yang menumbuhkan manisnya iman dalam kalbu sehingga pemiliknya merasa nikmat untuk taat dan berzikir kepada-Nya. Maka kapan kecintaan kepada Allah itu hilang dari seseorang, ia tinggal pribadi yang berjasad tanpa ruh.
Kecintaan Allah memiliki beberapa tanda dan sebab. Di antara sebab-sebab tersebut adalah:
Pertama: Mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ini merupakan sebab utama untuk mendapatkan kecintaan Rabb yang Maha Tinggi.  
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS. Ali Imran: 31)
Al-Imad Ibnul Katsir berkata, "Ayat yang mulia ini menghakimi atas setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah sedangkan ia tidak berada di atas jalan hidup Nabi Muhammad, bahwa ia berdusta dalam pengakuannya pada saat itu juga. Sehingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan dien Nawabi (Islam yang beliau bawa) dalam semua perkataan dan perbuataannya. Sebagaimana yang tertera dalam Shahihain, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda: "Siapa yang beramal dengan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak."
Al-Hasan al-Bashri dan ulama salaf lainnya telah berkata: Suatu kaum mengaku mencintai Allah, lalu Allah menguji mereka dengan ayat ini. lalu beliau membaca ayat di atas.
Cinta kepada Allah tidak cukup hanya pengakuan. Tapi harus disertai pembuktian. Dan tanda bukti nyatanya adalah mengikuti utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam semua keadaanya; baik dalam perkataan dan perbuatannya, dalam pokok agama dan cabangnya, dalam zahir dan batinnya. Maka siapa yang mengikuti Rasul itu menunjukkan benarnya pengakuannya. Dan siapa yang tidak mengikuti Rasul, ia tidak cinta kepada Allah Ta'ala. Karena kecintaan kepada Allah mengharuskan untuk mengikuti utusan-Nya. Jika hal itu tidak ditemukan pada seseorang, menunjukkan tidak adanya kecintaan kepada Allah dalam dirinya, ia dusta dalam pengakuannya.
. . . siapa yang mengikuti Rasul itu menunjukkan benarnya pengakuannya. Dan siapa yang tidak mengikuti Rasul, ia tidak cinta kepada Allah Ta'ala. Karena kecintaan kepada Allah mengharuskan untuk mengikuti utusan-Nya. . .
Kedua: Berlemah lembut kepada kaum mukminin, bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kecuali hanya kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan sifat ini dalam satu ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela." (QS. Al-Maidah: 54)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah menyebutkan beberapa sifat kaum yang mendapatkan kecintaan Allah. Berada pada urutan pertamanya, tawadhu' dan tidak takabbur (sombong) terhadap kaum muslimin. Lalu mereka tegas terhadap orang kafir, tidak tunduk dan menghinakan diri di hadapan mereka. Mereka juga berjihad di jalan Allah; yakni jihad terhadap diri sendiri, syetan, orang-orang kafir, kaum munafikin dan orang-orang fasik. Mereka tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela; yakni apabila ia menjalankan perintah agamanya maka ia tidak mempedulikan terhadap orang yang menghina dan mencelanya.
Ketiga: menegakkan amalan-amalan sunnah sesudah yang fardhu. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Qudsi,
وما تَقَرَّب إليَّ عَبْدِي بشيءٍ أحَبَّ إليَّ مِمَّا افترضتُ عَليهِ ، ولا يَزالُ عَبْدِي يَتَقرَّبُ إليَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ
"Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada ia mengerjakan apa yang telah Aku wajibnya akepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku (setelah menjalankan yang wajib) dengan amal-amal sunnah sehingga Aku mencintainya." (HR. Al-Bukhari)
Bahwa siapa yang bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan fardhu lalu diikuti amalan sunnah, Allah akan mendekatkan ia kepada-Nya dan memenuhi hatinya dengan ma'rifah, pengagungan, cinta, rindu, takut dan harap kepada-Nya.
Dan di antara macam amalan nafilah ini adalah shalat, sedekah, umrah, haji (selain haji pertama) dan puasa sunnah.
Keempat: Mencintai, mengungunjungi, menolong dan menasehati karena Allah. Amal-amal ini terkumpul dalam satu hadits qudsi,
حقَّت محبتي للمتحابين فيَّ ، وحقت محبتي للمتزاورين فيَّ ، وحقت محبتي للمتباذلين فيَّ ، وحقت محبتي للمتواصلين فيَّ
"Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku, Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling berkorban di jalan-Ku, Kecintaan-Ku diberikan untuk orang-orang yang saling menyambung kekerabatan karena-Ku." (HR. Ahmad dan Ibnu HIbban dalam al-Tanashuh. Syaikh Al-Albani menyahihkan hadits di atas dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 3019, 3020, 3021)
Makna saling mengunjungi karena-Ku: kunjungan sebagian mereka kepada sebagian yang lain karena Allah dan berharap ridha-Nya karena adanya ikatan cinta karena Allah atau kerjasama untuk taat kepada-Nya.
Sedangkan makan orang-orang yang saling berkorban di jalan-Ku: Mengorbankan diri mereka dalam keridhaan-Nya seperti bersepakat untuk berjihad melawan musuh Allah dan perintah-perintah-Nya yang lain serta memberikan hartanya kepada saudaranya jika ia sangat membutuhkannya." (Lihat: al-Muntaqa, Syarh al-Muwatha': 1779)
Kelima: Ujian Allah berupa musibah dan bencana.
Musibah dan bencana yang menimpa seorang mukmin bisa menjadi sebab datangnya kecintaan Allah dan menjadi bagian dari tanda cinta-Nya kepada hamba. Ia laksana obat, walaupun pahit ia akan meminumnya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dalam hadits Shahih disebutkan,
إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلَاءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
"Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum pasti Dia menguji mereka. Maka siapa yang ridha (terhadapnya) maka baginya keridhaan Allah, dan siapa yang marah (terhadapnya) maka baginya kemurkaan Allah." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Pada dasarnya, datangnya musibah adalah baik untuk orang beriman. Karena musibah tersebut menjadi penghapus dosa dan kesalahannya di dunia. Sehingga di akhirat  sudah tidak ada dosa yang dipikulnya. Terlebih akan diangkat derajatnya dan diampuni dosa-dosanya malalui musibah tersebut.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya maka Dia menyegerakan hukuman (dosanya) di dunia. Dan apabila Dia menghendaki keburukan (terhadap hamba-Nya) Dia tahan dosanya sehingga disempurnakan balasannya pada hari kiamat." (HR. al-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Para ulama menjelaskan, yang ditahan dosanya adalah orang munafik. Allah menahan dosanya di dunia untuk dibalas secara sempurna pada hari kiamat.
. . . datangnya musibah adalah baik untuk orang beriman . . .
Penutup
Memperoleh kecintaan Allah lebih penting daripada klaim cinta kepada-Nya. Karena tidak setiap orang yang mengaku cinta kepada-Nya bisa mendapatkan cinta-Nya. Walaupun kecintaan Allah tidak akan diberikan kecuali kepada siapa yang benar-benar mencintai-Nya. Di antara bukti cinta kepada-Nya adalah dengan senantiasa beribadah kepada-Nya dan mengikuti petunjuk utusan-Nya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dalam setiap aktifitas, baik berkata atau berbuat.
Semoga Allah menjadikan kita dalam bagian orang-orang yang mendapatkan kecintaan-Nya, sehingga Dia senantiasa membimbing kita, mengabulakan doa kita, mengampuni dosa dan kesalahan kita, dan memasukkan kita ke dalam jannah-Nya. Amiin.

Senin, 16 Desember 2013

Lembaga Pendidikan Islam dalam politik Pendidikan di Indonesia



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Sejarah Sosial Pendidikan Islam

Dosen Pengampu Dr. Ali Anwar, M.Ag.



Disusun Oleh :

                                          SAMSURI   :             (932117912)


  KELAS E SEMESTER III
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
   JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
                                                           2013


A.      PENDAHULUAN

Didunia Islam, keterkaitan antara pendidikan dan politik terlihat jelas. Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan umara dalam memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi sosial politik kelompok dan pengikutnya.

Dari judul yang ada yaitu “Lembaga Pendidikan Islam dalam politik Pendidikan di Indonesia” pada dasarnya dapat difahami dengan dua pengertian, Pertama, pendidikan Islam dan politik dimaksudkan suatu proses transformasi nilai-nilai sosial politik melaui institusi pendidikan Islam. Kedua, pendidikan Islam dan politik dimaksudkan mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam berdasarkan sejarah perpolitikan di Indonesia pada masa pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

Sistem pendidikan nasional tak dapat dilepas dari konteks politik yang sedang berlaku di Negara kita, karena kerangka paradigma dan konsep- konsep serta pengewantahanya memiliki latar belakang kesejahteraan yang berbeda dengan Negara- Negara yang system pendidikan nasionalnya tidak di campur tangani oleh pemerintah atau kalaupun ada itu dalam derajat yang sangat rendah.

Sejak lahir dan berkembangnya pergerakan nasional menuju Indonesia merdeka pendidikan menjadi tulang punggungnya yang utama, karena dari sanalah proses penyadaran masyarakat akan hak- hak dan kewajibanya sebagai manusia dan masyarakat pribumi ditanamkan.

Meneliti sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam lapangan pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer.





B.       PEMBAHASAN.

1.      Pendidikan Islam pada zaman Belanda

a)        ZamanVOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie)

Orang-orang Belanda yang mula-mula datang di Indonesia adalah para pedagang yang tergabung dalam “Verenigde Oest Indische Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan.setelah dapt menghalau orang-orang portugis dan spanyol, maka VOC meluaskan pengaruhnya di kepulauan Maluku dan Nusa TenggaraTimur dengan sistem kontak langsung dengan masyarakat setempat.dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa kebijakan pendidikan VOC tentu saja berdasarkan prinsip komersial atau bisnis atau perhitungan-perhitungan untung dan rugi dan hukum-hukum ekonomi/perdagangan.

Kebijakan pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis,tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan.

Meskipun pada abad 17 dan 18 di negeri Belanda khusus-nya dan di Eropa umumnya, pengaruh gereja terhadap pendidikan sangat memegang peranan, tetapi di Indonesia Voc lebih berkuasa dari pada gereja, walaupun kegiatan utama mereka adalah berdagang rempah-rempah.

Pendidikan bagi orang-orang pribumiyang beragama islam tidak menjadi soal, karena kelanjutan sistem-sistem langgar, pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga persekolahan/pendidikan bagi pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama atau pemeluk agama Kristen telah diatur oleh Pemerintah VOC. Sebenarnya pemikiran tentang pendidikan tak pernah dilakukan oleh penguasa VOC secara serius. [1]

VOC telah mendirikan sekolah pertama sekala di Ambon pada tahun1607. Tujuan dari didirikannya sekolah ini tidak lepas dari semangat keberagamaan orang-orang Belanda yang Protestan berhadapan dengan paham keagamaan Katolik yang dianut oleh Portugis. Karena itu, pendirian sekolah-sekolah dalam tahapan awal diutamakan di daerah-daerah yang pernah di masuki portugis.

Tujuan utama mendirikan sekolah-sekolah ini adalah untuk melenyapan agama Katolik dengan menyebarkan Protestan, sekolah tersebut berkembang disekitar kepulauan maluku. Di jakarta, sekolah pertama yang didirikan pada tahun 1617, tahun 1636 sudah menjadi 3 sekolah. Tujuan sekoah ini didirikan untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten pada VOC. Pendirian sekolah-sekolah dikota-kota lain juga berlangsung, terbatas dikota-kota pelabuhan, atau benteng yang dijadikan basis VOC. Perkembangan pendidikan mulai merosot pada pertengahan abad ke 18.  Sewaktu tanah jajahan dikembalikan kepada Belanda pada tahun 1816.

Setelah pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran Aufklarung atau Enlightenment memerintah di Indonesia, mulai diterapkan politik pengajaran liberal, yang berisikan antar lain: Perluasan pengajaran bagi bumiputra, dan anak-anak Indonesia serta Tionghoa diperbolehkan memasuki sekolah-sekolah belanda. Setelah pemerintah Belanda menyatakan politik etis maka bagi rakyat Indonesia terbukalah kesempatan untuk memasuki sekolah-sekolah, khususnya pendidikan rendah.[2]

b)        Zaman pemerintah Hindia Belanda

Kemunduran perusahan VOC ada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintah dan masyarakat jajahannya sehingga mengakibatkan diserahkannya pemerintah kepada pemerintah Hindia Belanda (Nederlandsch Indie). Bersamaan dengan peristiwa terebut terjadi pulalah perubahan pandangan tentang prinsip pendidikan, baik di Eropa maupun di India Belanda sendiri. Akibatnya timbullah prinsip pendidikan di daerah kolonial/ jajahan sebagai berikut:

a.         Pemerintah kolonial berusaha tidak memihak salah satu agama tertentu.

b.        Pendidikan diharapkan agar para tamatannya menjadi pencari kerja, terutama demi kepentingan kaum penjajah.

c.         Sistem sekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.

d.        Pendidikan diarahkan untuk membentuk golongan elite-sosial (penjilat penjajah) Belanda.

e.         Dasar pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan dan kebudayaan Barat.

Bermula dari prinsip inilah nampak dilakukan politik “pecah belah dan adu domba” dan diskriminasi sosial berdasarkan strata.[3]

Kebijakan pendidikan belanda adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis, tetapi terutama berdasarkan pada agama Kristen Protestan. Namun secara formal Belanda bersikap netral terhadap agama dalam arti tidak mencampuri dan tidak memihak kepada salah satu agama.[4]

Dalam bidang pendidikan agama pemerintah Hindia Belanda mempunyai sikap netral terhadap pendidikan agama di sekolah-sekolah umum, ini di nyatakan dalam pasal 179 (2) I.S(Indische Staatstregeling) dan dalam beberapa ordonasi yang secara singkatnya sebagai berikut: Pengajaran umum adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu di berikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing.[5]

Tapi kenyataannya pemerintah Belanda mengambil sikap diskriminatif dengan memberikan kelonggaran kepada kalangan missionaris Kristen lebih banyak, termasuk bantuan uang. Pemerintah pun melarang dakwah Islam di daerah animisme, sedangkan misi Kristen masuk secara leluasa. Para pejabat pemerintah Belanda membiarkan saja segala macam penghinaan yang di lontarkan pada islam. Sedangkan untuk tulisan umat Islam yang dirasakan menyinggung perasaan orang Belanda atau Kristen segera dibungkam.[6]

Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, kelihatannya memang ada perhatian pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam, misalnya, Gubernur Jendral Van Der Capellen pada tahun 1819 mengintruksikan kepada para Residen agar menyelidiki kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki pendididkan pribumi. Verkerk Pistorius juga pernah mengusulkan supaya perkembangan pendidikan dilakukan dengan memperbaiki secara bertahap sistem pendidikan asli yang sudah ada. Sebetulnya sikap kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam, pada dasarnya bertolak dari sikap dan kebijakan mereka terhadap Islam.

Pemerintah belanda pada mulanya tidak berani mencampuri masalah Islam, oleh karena belum ada kebijakan yang jelas mengenai masalah ini. Barulah setelah datangnya Snouch Hurgronje pada tahun1889, pemerintah kolonial Belanda mempunyai kebijakan yang jelas mengenai masalah Islam yakni:

1)        Bidang agama murni atau ibadah,

2)        Bidang sosial kemasyarakatan,

3)        Bidang politik.

Namun, dalam kenyataanya kenetralan itu tidak bisa terealisasi, banyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah Belanda guna mengawasi dan membatasi kegiatan Islam.[7]

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh karena itu semboyan yang terkenal untuk penjajah Belanda adalah semboyan 3G, yaitu:

a.         Glory ( kemenangan atau kekuasaan),

b.        Gold (emas atau kejayaan bangsa Indonesia),

c.         Gospel (upaya salibisasi terhadap umat islam di Indonesia).

Karena misi inilah secara otomatis segala tindakan atau kebajikan yang di ambil pihak Belanda dalam masalah pendidikan Islam, cenderung merugikan umat Islam. Bahkan, pemerintah Belanda secara terang-terangan membiayai gerakan misionaris Kristen.

Pada tahun1905, pemerintah belanda mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama lslam memiliki izin khusus untuk mengajar.banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan di Indonesia, misalnya:

1)        Setiap sekolah atau madrasah pesantren harus memiliki izin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda.

2)        Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.

3)        Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodik kepada daerah yang bersangkutan.

Peraturan-peraturan pemerintah belanda tentang pendidikan Islam semata-mata merusak atau minimal menghalangi inisiatif  rakyat untuk memelihara kecerdasan bangsa Indonesia, sehingga berada dalam kondisi garis kebodoan agar mempermudah dan memperpanjang penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkan karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia.[8]

Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit yang terpaksa ditutup atau dipindahkan karena ulah penjajah Belanda terhadap bansa Indonesia. Salah satu contoh sekolah yang ditutup oleh belanda adalah madrasah mamba’ul ulum di surakarta.

2.      Pendidikan Islam pada zaman Jepang

Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia ialah menjadikn Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia sangat besar artinya bagi kelangsunagn perang Pasifik.

Untuk mengetahui maksud tujuan yang fasistis itu ( bersidat memeras), maka ditananm ideologi baru, yakni ideologi Hakko Ichui atau ideologi emakmuran bersama di Asia Timur Raya. Tanpa malu-malu Jepang menegaskan , bahwa mereka berjuang mati-matian, melakukan perang suci untuk kepentingn bangsa-bangsa di Asia Timur. Untuk ini, dikerahkan barisan propaganda Jepang, disertai dengan pelaksanaan sistem kebaktian rakayat, untuk memeras bangsa kita. Meskipun demikian, semangat dan keinginan rakyat tetap bergelora untuk melepaskan diri adri belenggu penjajahan, seperti terbukti dari proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 yang kita tebus dengan perjuangan dan pengorbanan.

Pendidikan zaman Jepang disebut Hakko Ichui, yaitu mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu, para pelajar setiap hari terutama pada pagi hari diwajibkan mengucapkan sumpah setia epada kaisar Jepang, lau dilatih kemiliteran. Sistem persekolahan pada zama kependudukan Jepang banyak perbedaannya dibandingkan dengan penjajahan Belanda.

Sedangkan sikap penjajahan Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintah kolonial Belanda. Masalahnya, Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan Agama, mereka lebih mementingkan keperluan memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya. Ini sangat berlainana dengan kolonial Belanda, disamping bertindak sebagai kaum penjajah, mereka memiliki misi lain yang tidak kalah penting, yaitu menyebarkan agama Kristen. untutk itu, mereka menekan agama Islam yang menjadi mayorits pendidikan pribumi sekaligus sebagai penentang pertama kehadirannya. dengan berbagai cara kalu perlu dilenyapkan sama sekali.

Disamping itu, pada permulaan pendudukan Jepang tampaknya keadaan umat Islam sudah kuat. Karena itu, wajarlah bila pasukan pendudukan Jepang berusaha mempergunakan agama untuk mencapai tujuan perangnya.

Pada masa pendududkan Jepang, ada satu hal yang istimewa dalam dunia pendidikan sebagaimana telah di kemukakan, yaitu sekolah-seolah telah diseragamkan dan dinegrikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti muhamadiyah, Taman Siswa dan lain-lain di izinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.

Sementara itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politisi belaka. Kesempatan ini tidak disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai , karena murid-muridnya  setiap hari disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti, bernyanyi dan sebagainya, madrasah-madrasah  yang berada dilingkunga pondo pesantern bebas dari pengawasan langsung pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren dapat berjalan dengan wajar.[9]



3.      Pendidikan Islam pada zaman Orde lama.

Setelah indonesia merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat perhatian seriusdari pemerintah, baik disekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu di mulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaiman yang telah di anjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat(BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa:

Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mnedapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.

Kenyataan tersebut timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam setelah sekian lama terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat islam sangat sempit. Dalam hal ini, minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu:

1.        Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang sangat diskriminatif terhadap kaum muslimin.

2.        Politik nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut sertadalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegang pada salah satu hadis Nabi Muhammad SAW. Yang artinya, “barang siapa yang menyerupai suatu golongan, ,aka ia termasuk ke dalam golongan itu.” Hadis ini melandasi sikap para ulam pada waktu itu.

Itulah beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kaum muslimin indonesia tercecer dalam segi intelekrualitas dibandingkan dengan golongan lain.

Sementara itu, dalam membicarakan organisasi Islam dan kegiatannya di bidang pendidikan, tidak terlepas dari membicarakan bentuk, sistem, dan cita-cita bangsa Indonesia yang baru merdeka. Kemerdekaan indonesia merupakan hasil perjuangan yang berkepanjangan, terutama melalui berbagaiorganisasi pergerakan, baik sosial, agama, maupun politik.

Meskipun Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menhadapi rovoluso fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan.

Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan bidang pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat sebagaiman tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:

1)        Tiap-tiap warga negar berhak mendapat pengajaran.

2)        Pemerintah mengusahakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur undang-undang.

Oleh sebab itu, tidak di kenal lagi pembatasan pembinaan pendidikan yang disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan. [10]

Ditengah-tengah politik berkobarnya revolusi fisik, pemerintah R.I. tetap membina pendidikan agama. Pembinaan pendidikan agama tersebut secara formal institutional  dipercayakan kepda Departemen Agama dan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan .

Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme  pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan Agama dan Pendidikan umum. Disatu pihak, Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama, baik disekolah-sekolah agama maupun disekolah-sekolah umum. Dan dipihak lain departemen pendidikan pengajaran dan kebudayaan mengelola pendidikan pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasioanl. Keadan seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya islam, terpisah dari pendidikan.

Selanjutnya pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu:

1.      Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orsng tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.

2.      Cara penyelenggaraan agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan menteri agama.

Begitulah keadaan pendidikan agama islam dengan segala kebijakan pemerintah pada zaman orde lama. Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat islam, dengan timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat umat islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan.[11]

4.      Pendidikan Islam pada zaman Orde Baru

Diakui bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru mengenai prndidikan islam dalam kontek madrasah di Indonesia bersifat positif dan kontruktif, khususunya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.

Pada masa-masa pemerintah Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, mengunakan kurikulum yang belum standar , memiliki struktur yang tidsk seragam, dan kurang terpantaunya menajemen madrasah oleh pemerintah.

Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaharuan ini adalah dikeluarkannya Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVI Tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegrikan sejumlah madrasah dengan kriteria tertentu yang diatur oleh pemerintah disamping mendirikan madrasah-madrasah yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada dibawah Depdikbud. Salah satunya tercantum pada Pasal 1 TAP MPRS No. XXVII Tahun 1966 “menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.

Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yng ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan Presiden . (kepres) Nomor 34 Tanggal 18 april Tahun 1972 tentang “tanggung jawa fungsional pendidikan dan latihan”. Isi keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal:

1)        Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.

2)        Menteri Tenaga Kerja  bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.

3)        Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negreri. [12]

Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN untuk tahun 1973, 1978, dan 1983 selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib disetiap sekolah negeri dalam semua tingkat pendidikan. Dalam GBHN tersebut dirumuskan beberapa hala berkaitan dengan masalah pendidikan agama sebagai berikut:

Bangsa dan pemerintah Indonesia bercita-cita menuju kepada apa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Pembangunan nasional dilakasanakan dalam rangka pembangunan manusia indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan keselarasana antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan tuhan yang maha esa dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan tersebut diatas menjadi pangkal tolak pembanguna bidang agama.

Diusahaan terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum disekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.

Pengembangan dan pembinaan pendidikan agama dilembaga-lembaga pendidikan agama, seperti madrasah dan pondok pesantren juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Khusus untuk madrasah telah dikeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri, antar menteri agama, menteri dalam negeri, dan menteri pendidikandan kebudayaan pada tahun 1976. Adapun yang menjadi titik perhatian dan pembahasan adalah mengenai peningkatan mutu mdrasah. Dalam SKB tiga menteri tersebut dinyatakan bhawa ijazah madrasah disamakan dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.

Dalam pasal 4 TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, yaitu:

1.      Mepertinggi mental, moral, budi pekerti dan meperkuat keyakina agama.

2.      Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.

3.      Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Sebagaimana dikemukakan diatas, pada tahun 1966 MPRS telah bersidang. Pada waktu itu sedang dilakukan upaya untuk membersikan sisa-sisa mental  G.30 S/PKI. Dalam keputusannya, bidang pendidikan gama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian, sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi umum negeri diseluruh dunia. [13]

5.      Pendidikan Islam paa zaman reformasi

Sejalan dengan berbagai kebijakan yang ada, telah menimbulkan keadaan pendidikan islam yang secara umum keadaannya jauh lebih baik dari keadaan  pendidikan pada masa pemerintahan orde baru. Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1)        Kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Upaya inidilakukan melalui penyempurnaan  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun1989, hanya menyebutkkan madrasah saja yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional termasuk pesantren, ma’had Ali, Roudlotul Athfal (taman kanak-kanak), dan majlis taklim. Dengan masuknya ke dalam sistem pendidikan nasional ini maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga semakin di akui, juga semakin menghilangkan kesan diskriminasi dan dikotomi.

2)         Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan islam. Kebijakan ini misalnya terlihat pada di tetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu, pengadaan buku gratis, pengadaan infrastruktur,sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah kementrian agama dan kementrian pendidikan nasional. APBN Tahun 2010, misalnya, menetapakan bahwa dana tersebut dialokasikan bagi penyelenggara pendidikan yang dilaksanakan di berbagai provinsi yang jumlahnya mencapai 60% dari total anggaran pendidikan dari APBN. Adapun sisanya, yakni 40%, diberikan kepada kementrian pendidikan naional, kementrian agama, serta berbagai kementrian lainnya. Yang menyelenggarakan program pendidikan.

3)        Program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni SMP atau Tsanawiyah.program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian pendidikan nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian agama. dalam rangka pelaksanaan wajib belajar ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah gratis bagi anak-anak yang berasal dari keluaraga yang kurang mampu. Yakni bahwa mereka tidak dipungut biaya oprasional pendidikan, karena kepada sekolah yang yang menyalenggarakan pendidikan gratis tersebut telah diberikan biaya bantuan oprasional sekolah yang selanjutnya dikenal dengan istilah BOS.

4)        Penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, menejemen pengelolaan, evaluasi dan lainnya harus berstandar nasional dan internasional.

5)         Kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama, baik guru yang berada dibawah Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada dibawah Kementerian Agama.

6)        Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum tingkat satuan (KTSP/tahun 2006).

7)        Pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru (teacher centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid melalui kegiatan learning (belajar) dan research (meneliti).

8)        Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada para pelanggan.

9)        Kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan.[14]



C.    PENUTUP

Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia untuk mengurus politik dan negara. Kedudukaan politik didalam Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah.

Tanpa otoritas politik, syariat Islam sulit bahkan mustahil untuk ditegakkan. Kekuasaan adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Pendidikan bergerak dalam usaha menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan mengerti syariat tanpa pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

Aly Abdullah, Mustafa, sejarah pendidikan Islam di Indonesian. Bandung: CV Pustaka Setia,1998.



Assegaf Abdur Rahman,Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:SUKA press,2007.



Gunawan Ary H,kebijakan-kebijakan pendidikan. Jakarta:PT RINEKA CIPTA,1986.

Nata Abuddin.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2011.



Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011.



Putra Daulay Haidar,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia. Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007.






[1]Ary H. Gunawan,kebijakan-kebijakan pendidikan(Jakarta:PT RINEKA CIPTA,1986), hlm,9
[2] Haidar Putra Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),28
[3] Ary H. Gunawan,kebijakan-kebijakan pendidikan(Jakarta:PT RINEKA CIPTA,1986), hlm,11
[4] Abdur Rahman Assegaf,Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:SUKA press,2007),110
[5] Haidar Putra Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),32
[6] Abdur Rahman Assegaf,Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:SUKA press,2007),111
[7]Haidar Putra Daulay,Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di Indonesia (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2007),32
[8] Mustafa, Abdullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesian (Bandung: CV Pustaka Setia,1998), 94
[9] Ibid., 97
[10] Ibid.,127
[11] Ibid.,134
[12]Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011).

[13] Mustafa, Abdullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesian (Bandung: CV Pustaka Setia,1998),138.
[14] Abuddin Nata, M.A.  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011). 352-359.